KENAIKAN BPIH RASIONAL DAN MENCERMINKAN STRATEGI METAKOGNITIF

Penulis : Prof. Dr. Idi Warsah, M.Pd.I – Rektor IAIN Curup
Ketika Menteri Agama rapat kerja bersama dengan Komisi VIII DPR RI pada hari Kamis 19 Januari 2023, biaya perjalanan ibadah haji pada tahun 2023 direncanakan meningkat apabila dibandingkan dengan biaya perjalanan haji di tahun sebelumnya. Kementerian Agama Republik Indonesia mengusulkan biaya perjalanan ibadah haji pada tahun 2023 sebesar Rp. 69.193.733,60. Adapun kenaikan biaya perjalanan ibadah haji tersebut setelah pemotongan subsidi pemerintah 30% adalah hal yang wajar dan berbasis pertimbangan yang matang dari berbagai indikator. Ada beberapa faktor umum yang menyebabkan kenaikan biaya perjalanan ibadah haji seperti nilai tukar mata uang, inflasi global, biaya penerbangan, PPN Arab Saudi yang berubah dari 5% menjadi 15%, dan biaya akomodasi di Makkah dan Madinah. Kenaikan biaya perjalanan ibadah haji dengan faktor yang sama juga terjadi di negara-negara lain, misalnya Pakistan, Uzbekistan, Malaysia, Qatar, dan negara lainnya.
Sebagaimana penjelasan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, berbasis pada MoU antara Pemerintah Indonesia dengan pemerintah Arab Saudi pada tanggal 9 Januari 2023, jumlah kuota Jemaah haji Indonesia tahun 2023 meningkat menjadi 221.000 orang, yang mana kuota ini terdiri atas Jemaah haji reguler dan Jemaah haji khusus. Jemaah haji reguler berjumlah 203.320 orang, dan Jemaah haji khusus berjumlah 17.680 orang. Oleh sebab itu tentu perlu pemikiran secara komprehensif dengan mempelajari rincian kebutuhan riil terkait biaya haji agar rencana kenaikan biaya haji ini tidak dipandang sebagai isu yang berpotensi konflik. Karena itu dibutuhkan informasi dan pemahaman yang jelas agar masyarakat mampu memandang suatu isu secara komprehensif dan detail agar tidak mudah tergerus dengan simpang siur persuasi politik golongan yang cenderung memicu konflik. Seperti isu kenaikan biaya haji ini, semua detail dan pertimbangan dari aspek sistem pendanaan, kondisi ekonomi global pasca pandemi Covid-19, dan potensi jamaah untuk berhaji adalah wajar adanya.
Adapun rencana kenaikan biaya perjalanan ibadah haji tersebut secara positif merepresentasikan strategi metakognitif yang menginterkoneksikan kondisi kontekstual di masa sekarang dengan kemungkinan antisipasi kebutuhan di masa yang akan datang. Kewajaran rencana kenaikan biaya haji jelas tergambarkan dalam rincian kebutuhan biaya saat ini. Biaya perjalanan ibadah haji sebesar Rp. 69.193.733,60 adalah 70% dari kebutuhan biaya total yang berjumlah Rp. 98.893.909,11. 30% dari biaya ibadah haji, sebesar Rp. 29.700.175,51, merupakan nominal yang disubsidi oleh pemerintah melalui APBN. Nominal biaya perjalanan ibadah haji ini ditentukan dengan mengikuti kenaikan biaya penyelenggaraan ibadah haji yang sudah ditetapkan oleh pemerintah Arab Saudi. Biaya perjalanan ibadah haji yang ditanggung oleh Jemaah, apabila dirincikan berdasarkan total Rp. 69.193.733,60, terdiri dari biaya penerbangan sebesar Rp. 33.979.784,00, biaya akomodasi saat di Makkah sebesar Rp. 18.768.000,00, biaya akomodasi saat di Madinah Rp. 5.601.840,00, biaya hidup Rp. 4.080.000,00.
Sejatinya kenaikan biaya haji dapat dikatakan adil sesuai dalam konteks istitha’ah, istilah yang merepresentasikan kemampuan jamaah untuk beribadah haji dari aspek keuangan, keamanan, kesehatan fisik dan waktu. Sebelumnya, penyelenggaraan ibadah haji dibasiskan pada dua cara, yaitu dengan pembayaran langsung dari Jemaah dan dengan metode dana talang haji. Metode dana talang haji berbasis kredit cenderung menggeser konsep istitha’ah seolah-olah Jemaah yang mengikuti program utang dana talang haji sudah pasti merepresentasikan calon Jemaah yang berkemampuan. Di sisi lain, tingginya kuota Jemaah haji yang ditalang pemerintah akan memperkecil peluang ibadah haji bagi Jemaah yang benar-benar mampu berhaji tanpa bantuan talang dana.